Stabat – Perkawinan anak dan kemiskinan memicu masalah yang lebih kompleks seperti, kekerasan fisik dan psikologis, serta gangguan reproduksi.
Hal itu terungkap melalui penelitan yang dilakkan Dewi Hairani, peneliti dari Yayasan Setara dan Disabilitas Indonesia, dengan kurun waktu dari bulan Juli 2023 sampai Oktober 2024.
“Di tengah isu penurunan angka pernikahan nasional menjadi 7,5 persen pada tahun 2023, ternyata Indonesia masih dihadapkan dengan segudang masalah pernikahan anak,” ucapnya. Rabu, (30/10/24).
Dirinya yang meneliti Desa Rantau Panjang di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, juga berpandangan masalah lingkungan erat kaitannya dengan kemiskinan dan perkawinan anak.
“Mereka (perempuan) seringa terisolasi secara sosial, dipisahkan dari keluarga dan teman serta sumber dukungan lainnya,” ujar Dewi.
Bagi Dewi, salah satu masalah utama adalah konversi lahan, yang sering terjadi di kawasan hutan mangrove. Penebangan dan perusakan mangrove mengurangi sumber daya alam yang seharusnya dikelola dengan bijak. “Ini berdampak pada mata pencaharian masyarakat dan memperburuk kemiskinan serta meningkatkan angka pernikahan anak,” pungkasnya. (kry)